MEDIA DIALOG NEWS, Asahan — Persidangan perkara perdagangan sisik trenggiling yang melibatkan terdakwa Amir Simatupang kembali digelar di Pengadilan Negeri Kisaran, Rabu 02 Juli 2025. Dalam sidang pembelaan, penasihat hukum terdakwa, Kairul Abdi Silalahi, SH., MH. menyampaikan sejumlah keberatan mendasar atas dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, termasuk dugaan kelalaian dalam proses penyidikan terkait keberadaan barang bukti di Gudang Polres Asahan.
Dalam nota pembelaan yang dibacakan di hadapan Majelis Hakim, tim penasihat hukum menyebut bahwa jaksa gagal menghadirkan unsur dan bukti yang dapat meyakinkan bahwa terdakwa terlibat langsung dalam tindak pidana sebagaimana dakwaan. Salah satu poin krusial yang disorot adalah tidak pernah diperiksanya penanggung jawab gudang di Polres Asahan, tempat di mana sisik trenggiling awalnya disimpan dan kemudian diambil oleh dua oknum TNI.
“Bagaimana mungkin sebuah barang bukti sebesar itu bisa keluar dari gudang polisi tanpa satupun pihak internal yang dimintai keterangan?” ujar penasihat hukum dalam pledoinya.
Mereka menegaskan, Kapolres Asahan, Kasat Reskrim, Bagian Logistik, serta unit administrasi (Yanma) seharusnya dimintai keterangan secara hukum karena memiliki tanggung jawab atas pengelolaan gudang barang bukti. Ketiadaan pemeriksaan terhadap unsur-unsur ini dianggap sebagai tanda lemahnya konstruksi dakwaan dan penyidikan.
Dugaan Rekayasa Proses Hukum
Penasihat hukum juga menduga adanya upaya rekayasa hukum dan menutupi jaringan yang lebih besar dalam kasus ini. Mereka mengutip prinsip equality before the law dengan menyitir pasal-pasal konstitusional seperti Pasal 27 dan Pasal 28D UUD 1945, serta Pasal 1 ayat (1) KUHP, untuk menekankan bahwa tidak seorang pun boleh berada di atas hukum.
“Semua pihak harus diperlakukan sama. Tidak adil jika hanya pihak tertentu yang dikriminalisasi sementara yang memiliki akses langsung terhadap barang bukti justru luput dari penyidikan,” lanjut mereka.
Rujukan pada Putusan Mahkamah Agung
Untuk memperkuat argumen mereka, pembela mengutip beberapa yurisprudensi penting Mahkamah Agung, antara lain Putusan MA-RI No. 163K/Kr/1997, Putusan No. 492K/Kr/1981, dan Putusan No. 185.K/Pid/1982 yang kesemuanya menegaskan pentingnya pemenuhan alat bukti dan tidak diperbolehkannya menjatuhkan pidana tanpa keyakinan penuh berdasarkan dua alat bukti sah sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP.
Pembela menyimpulkan bahwa terdakwa Amir Simatupang tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dan memohon agar dibebaskan dari seluruh tuntutan hukum.
Permohonan Putusan Bebas
Dalam penutup nota pembelaannya, penasihat hukum mengajukan permohonan agar Majelis Hakim memutuskan:
- Membebaskan Terdakwa dari seluruh tuntutan hukum;
- Menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana;
- Memulihkan nama baik, harkat dan martabat Terdakwa;
- Membebankan biaya perkara kepada negara.
“Lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah,” kutipan motto pembelaan yang disampaikan sebagai pengingat bahwa hukum tidak boleh menjadi alat untuk merampas kemerdekaan seseorang tanpa dasar kebenaran yang sah.
Sidang berikutnya akan dilanjutkan pada hari Rabu, Tanggal 09 Juli 2025 dengan agenda pembacaan tanggapan. (Edi Prayitno)