MEDIA DIALOG NEWS, Medan – Legiman Pranata, seorang karyawan swasta minta Pengaduan Masyarakat (DUMAS) yang disampaikannya ke Polda Sumatera Utara segera dituntaskan. Pasalnya, pengaduan tersebut sudah lama disampaikannya dan sudah pula diproses tetapi tidak tuntas hasilnya. Demikian disampaikan Legiman Pranata kepada dialogberita.com dan mediadialognews.com Minggu, 25 Mei 2025.
Lebih lanjut Legiman menuturkan bahwa persoalan yang diadukannya sudah lama terjadi, pihaknya sudah pula melaporkan masalah ini dan pernah dimintai keterangan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Utara, namun hingga kini pengaduannya belum nampak titik terangnya.
Wawancara di Poldasu
Legiman Pranata mengenang pada saat wawancara di Markas Ditreskrimsus Polda Sumut, Jalan Sisingamangaraja Km. 10,5 Medan, dirinya memberikan keterangan penting mengenai dugaan pemalsuan identitas kependudukan oleh seorang tokoh nasional, Sihar Pangihutan Hamonangan Sitorus, yang saat ini menjabat sebagai anggota DPR RI aktif.
Wawancara yang dilakukan pada 10 Februari 2025 dipimpin oleh KOMPOL Damos C. Aritonang, S.I.K., M.H., dibantu AIPTU Sunardi Sanjaya, berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan tertanggal 5 Januari 2025. Penyelidikan ini merupakan tindak lanjut atas laporan yang diajukan oleh Legiman pada 25 November 2024, yang menyebut bahwa Sihar Sitorus memiliki dua identitas kependudukan yang berbeda, dengan NIK dan tanggal lahir yang tidak sama.
Dalam keterangannya, Legiman mengungkap adanya dua KTP yang diyakini berasal dari orang yang sama:
- Sihar Sitorus, lahir di Rantau Prapat, 12 Juli 1966, dengan NIK: 127117xxxxxxxx02.
- Sihar P.H. Sitorus, lahir 12 Juli 1968, dengan NIK: 31730xxxxxxxx004.
Keberadaan dua identitas ini mengundang tanda tanya, terutama karena kedua nama muncul dalam berbagai dokumen hukum dan administratif terkait sengketa kepemilikan lahan.
“Nama Sihar Sitorus digunakan dalam sertifikat hak milik (SHM) Nomor 477, terbit tahun 2007, sementara nama Sihar Pangihutan Hamonangan Sitorus digunakan dalam akta sewa menyewa tahun 2012,” ungkap Legiman dalam wawancara tersebut.
Awal Mula Kasus
Legiman menuturkan bahwa Kasus ini berawal saat dirinya sebagai pemilik sah SHM No. 655 atas tanah di kawasan Medan–Binjai Km 16, Desa Sei Semayang, menemukan plang klaim dari pihak lain yang mengatasnamakan Sihar Sitorus di atas tanah yang ia beli melalui akta jual beli sejak tahun 2000.
Sengketa kemudian meruncing hingga masuk ke berbagai lembaga, termasuk pengadilan, BPN, bahkan Komisi IX DPR RI.
Dari penelusuran yang dilakukannya, Legiman menduga bahwa setelah muncul dua surat resmi dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Medan pada tahun 2021 yang menyatakan bahwa “Sihar Sitorus” dan “Sihar P.H. Sitorus” adalah satu orang yang sama.
Namun, Legiman mempertanyakan “mengapa satu orang bisa memiliki dua NIK, dua tempat/tanggal lahir, dan muncul dalam dua dokumen legal yang berbeda?” ungkapnya.
“Saya tidak tahu apa tujuan Sihar Sitorus melakukan perubahan identitas itu. Tapi yang saya tahu, kedua nama itu digunakan untuk mengklaim tanah saya,” ujar Legiman.
Legiman pun sudah menyerahkan sejumlah bukti kepada penyidik, termasuk:
- Salinan Putusan PTUN No. 98/G/2017/PTUN-MDN.
- Surat Keterangan Disdukcapil Medan.
- Surat Kuasa Sihar kepada Iwan Japerson Sitorus.
- Sertifikat SHM No. 477.
- Undangan klarifikasi dari BPN Deli Serdang.
Penyidik menelusuri kasus ini dengan merujuk pada UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, yang secara tegas melarang seseorang memiliki lebih dari satu NIK atau memalsukan data pribadi dalam dokumen kependudukan.
Jika terbukti, perbuatan tersebut bisa dikenai pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 94 dan Pasal 96A UU Adminduk, dengan ancaman hukuman penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp.75 juta.
Harapan
Legiman menutup keterangannya dengan harapan besar agar kepolisian serius menindaklanjuti laporannya. Baginya, kasus ini bukan semata-mata tentang sengketa tanah, tetapi tentang keadilan dalam sistem administrasi hukum di Indonesia.
Namun demikian, Legiman Pranata masih menaruh harapan besar kepada pihak Kepolisian di Polda Sumatera Utara menjadikan masalah yang menimpa dirinya terang-benderang. “Saya bukan bermaksud mau memenjarakan orang, tetapi saya mau keadilan ditegakkan,” pungkasnya. (Edi Prayitno)