MEDIA DIALOG NEWS, Pekanbaru — Gelombang lesunya konsumsi tengah melanda sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Pekanbaru. Sejumlah pelaku usaha kecil menyatakan mengalami penurunan omzet harian yang signifikan, dengan angka penurunan mencapai 30 hingga 40 persen dalam beberapa minggu terakhir.
Keluhan ini datang dari berbagai lini usaha, mulai dari pedagang makanan ringan, minuman, hingga fesyen dan kebutuhan harian. Beberapa pelaku UMKM yang ditemui tim Media Dialog News menyebutkan bahwa salah satu pemicu utama adalah liburnya aktivitas kampus, yang menyebabkan menurunnya lalu lintas pembeli dari kalangan mahasiswa.
“Biasanya mahasiswa itu jadi target utama kami. Tapi sekarang sudah libur, jadi jalanan sepi, lapak pun sepi,” ujar Al (45), pedagang makanan ringan di kawasan Simpang Baru.
Hal senada disampaikan Su (42), penjual minuman segar keliling, yang merasa dampak dari minimnya pengunjung mulai terasa sejak awal bulan. “Libur panjang ditambah kondisi ekonomi sekitar yang lesu bikin dagangan kami makin susah laku. Belum lagi saingan makin banyak,” katanya dengan nada kecewa.
Para pelaku usaha ini juga menyoroti fakta bahwa daya beli masyarakat di sekitar mereka terus melemah. Ditambah dengan tingginya tingkat persaingan usaha di sektor serupa, banyak di antara mereka harus menurunkan harga jual atau memodifikasi produk agar tetap menarik pembeli.
“Kalau dulu sehari bisa dapat Rp.500 ribu, sekarang kadang cuma Rp.200 ribu. Sementara kebutuhan sehari-hari seperti biasa, nggak bisa ditunda,” ungkap Ad (40), pedagang kebutuhan rumah tangga.
Kondisi ini dianggap mencerminkan gejala stagnasi ekonomi di tingkat akar rumput, di mana UMKM yang selama ini dikenal tangguh justru mengalami guncangan serius. Sebagian pelaku UMKM bahkan mengaku mulai mengurangi jumlah stok barang atau memilih berjualan hanya di akhir pekan demi menghindari kerugian lebih besar.
Dalam menghadapi tantangan ini, para pelaku UMKM berharap adanya solusi konkret dari pemerintah daerah. Mereka menyuarakan perlunya program pendampingan usaha, pelatihan keterampilan pemasaran digital, serta fasilitas promosi yang menjangkau pasar lebih luas.
“Kalau bisa ada pelatihan online marketing atau bantuan promosi dari dinas UMKM. Kami juga ingin diberdayakan, bukan hanya didata,” ujar Su, yang sudah 6 tahun menjalankan usahanya.
Pemerintah Provinsi Riau dan Kota Pekanbaru diharapkan bisa segera merespons kondisi ini dengan kebijakan yang pro-UMKM. Sebab sektor inilah yang selama ini menjadi penyangga ekonomi rakyat dan penyerap tenaga kerja informal terbesar.
Keberpihakan terhadap UMKM tak hanya akan menyelamatkan pelaku usaha dari keterpurukan, tapi juga memperkuat daya tahan ekonomi lokal dalam menghadapi tekanan makro. (Hendry Saputra Wijaya)