MEDIA DIALOG NEWS, Medan — Sidang di Pengadilan Militer Medan pada Kamis, 26 Juni 2025, dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap dua anggota TNI AD aktif yang diduga terlibat dalam jaringan perdagangan satwa liar dilindungi. Keduanya adalah Muhammad Yusuf dan Rahmadani Syahputra, masing-masing berpangkat Sersan Kepala dan Sersan Dua, yang bertugas sebagai Babinsa di Koramil 06/Kisaran, Kodim 0208/Asahan.
Dalam tuntutannya, Oditur Militer menyatakan bahwa para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana: “Dengan sengaja melakukan kegiatan menyimpan, memiliki, mengangkut dan memperdagangkan spesimen, bagian-bagian satwa yang dilindungi yang dilakukan secara bersama-sama.”
Tuntutan tersebut merujuk pada Pasal 40A ayat (1) huruf f Jo Pasal 21 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta sejumlah peraturan turunannya, yang menyebutkan bahwa tindakan semacam ini merupakan pelanggaran serius terhadap hukum perlindungan keanekaragaman hayati.
Oditur Militer menjatuhkan tuntutan pidana penjara masing-masing selama 8 bulan terhadap kedua terdakwa, dikurangi masa tahanan yang telah dijalani. Selain itu, mereka masing-masing dituntut untuk membayar denda sebesar Rp100 juta dengan subsidair 1 bulan kurungan.
Dalam tuntutan yang dibacakan, sejumlah barang bukti juga disampaikan secara rinci. Di antaranya adalah 9 kotak kardus rokok berisi sisik trenggiling, sebuah mobil Daihatsu Sigra, dan sebuah handphone merek Oppo. Bukti lainnya berupa surat-surat resmi dari PT Pos Indonesia dan hasil rekaman CCTV dari berbagai instansi.
Beberapa dokumen seperti buku tabungan dan dokumen kendaraan dinas disebut akan dikembalikan kepada pihak-pihak yang berwenang, sesuai ketentuan peradilan militer.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan prajurit aktif, sekaligus memperlihatkan bagaimana kejahatan terhadap satwa dilindungi telah menembus berbagai lini sosial, bahkan institusi pertahanan.
Sementara itu, di PN Kisaran Dalam sidang Kasus yang sama berlangsung terbuka, Amir dituntut pidana penjara selama 7 tahun, denda Rp.500 juta subsidair 6 bulan kurungan, serta dikenakan biaya perkara sebesar Rp5.000. Jaksa menyebut terdakwa telah melanggar Pasal 40A ayat (1) huruf f jo. Pasal 21 ayat (2) huruf c UU No. 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Lebih jauh, hasil analisis forensik digital mengungkap adanya komunikasi yang terekam dalam perangkat milik 2 orang oknum TNI masing-masing Rahmadani Syahputra dan Muhammad Yusuf, dua sosok lain yang diduga turut terlibat dalam jaringan perdagangan ini. Percakapan, dokumentasi, dan file lainnya telah diamankan dalam satu unit flashdisk hasil physical imaging, yang kini digunakan pula dalam berkas perkara tersendiri atas nama Alfi Hariadi Siregar, oknum polisi dari Polres Asahan.
Kasus ini membuka babak baru dalam perlawanan terhadap perdagangan satwa liar di Indonesia. Dengan melibatkan bukti digital, forensik, dan analisis jaringan, Kejari Asahan menunjukkan pola kerja yang lebih sistematis dan transparan. Tak hanya menghukum pelaku di lapangan, namun juga menelusuri pihak-pihak di balik layar.
Amir Simatupang, sebagai terdakwa kini tinggal menunggu putusan majelis hakim dalam sidang putusan mendatang. Sementara dua oknum TNI hanya dituntut masing-masing 8 bulan penjara dan denda Rp.100 juta dengan subsidair kurungan 1 bulan penjara di Pengadilan Militer Medan. Sedangkan seorang oknum Polisi mengajukan gugatan pra peradilan di PN Kisaran dalam Perkara yang sama atas penetapan dirinya sebagai tersangka. (Edi Prayitno)