MEDIA DIALOG NEWS, Pesawaran – Polemik pencopotan Anggun Saputra, S.E., M.M. dari jabatan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Pesawaran memasuki babak baru. Kali ini, kritik keras datang dari Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Provinsi Lampung, Husin Muchtar.
Dalam pernyataan resminya, Husin mengaku geram terhadap sikap Sekretaris Daerah (Sekda) Pesawaran, Wildan, yang justru memblokir nomor WhatsApp wartawan saat dimintai klarifikasi oleh media terkait keputusan penonjoban tersebut.
“Pejabat publik itu pelayan rakyat. Kerjanya harus melayani, bukan menghindar. Tindakan memblokir nomor media itu mencerminkan sikap antitransparansi, tidak layak dilakukan oleh seorang Sekda yang notabene adalah jantung birokrasi daerah,” tegas Husin, Selasa (23/7/2025).
Husin juga menyinggung aspek legalitas penonaktifan Kepala Dinas Pariwisata Pesawaran tersebut. Menurutnya, jika tindakan itu dilakukan tanpa surat rekomendasi resmi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), maka dapat dikategorikan sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang.
“Pertanyaannya sederhana: sudah ada atau belum surat rekomendasi dari Kemendagri? Kalau belum ada, lalu dasar hukumnya apa? Jangan main pecat tanpa prosedur, itu jelas pelanggaran,” ucapnya lantang.
Tak hanya bicara soal prosedur, Husin juga menekankan pentingnya keterbukaan informasi publik sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008. Ia menyebut tindakan Sekda yang memblokir media adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip good governance.
“Kami sangat mengecam perbuatan tersebut. Pemerintahan harus terbuka. Ada landasan hukumnya, ada undang-undang yang mengatur. Kalau seperti ini, bagaimana rakyat bisa percaya?” ujar Husin.
Sementara itu, polemik pencopotan Kepala Dinas Pariwisata ini juga mendapatkan sorotan tajam dari kalangan praktisi hukum. Yulius Andesta, S.H., advokat senior asal Lampung, mengingatkan bahwa setiap keputusan pejabat publik harus didasari pada Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB).
“Tidak ada ruang untuk tindakan sewenang-wenang dalam pemerintahan yang bersih. Transparansi dan akuntabilitas adalah kuncinya. Jika publik mempertanyakan keputusan, maka pejabat wajib menjelaskannya,” kata Yulius.
Ia juga menambahkan bahwa AAUPB tidak hanya menjadi pedoman hukum, tapi juga etika moral yang harus melekat dalam setiap tindakan pemerintah, termasuk soal mutasi atau penonaktifan pejabat.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari Bupati Pesawaran maupun pihak Sekretariat Daerah terkait polemik ini. Media ini masih terus berupaya mendapatkan konfirmasi lanjutan untuk keberimbangan pemberitaan.(TIM/PPWI Lampung)