MEDIA DIALOG NEWS – Indikator Politik Indonesia pernah mewawancarai penulis dalam kapasitas sebagai pengusaha media online sekaligus Wakil Ketua DPK APINDO Asahan. Dalam wawancara yang diinisiasi oleh tim Prof. Burhanuddin Muhtadi, M.A., Ph.D, diskusi mengalir pada isu-isu strategis: kebebasan pers, aspek hukum, korupsi, dinamika politik lokal, serta dukungan pemerintah daerah terhadap PT. Dialog Online News.

Salah satu pertanyaan yang mengemuka menyentuh langsung pada praktik kepemilikan usaha oleh pejabat daerah—baik dari unsur eksekutif, legislatif, maupun yudikatif—yang memanfaatkan alokasi APBD sebagai basis bisnis pribadi. Fenomena ini bukan sekadar wacana, melainkan tercatat dalam basis data internal mediadialognews.com dan dialogberita.com, yang mengidentifikasi sejumlah nama pejabat yang terlibat langsung dalam bisnis berbasis anggaran daerah.
Contohnya meliputi usaha fotokopi, penyediaan alat tulis kantor (ATK), rumah makan, papan bunga, dan berbagai layanan lainnya. Ironisnya, sebagian dari mereka menggunakan jabatan dan kewenangan untuk mengarahkan—jika tidak dikatakan “memaksa”—Organisasi Perangkat Daerah (OPD) agar berbelanja di tempat usaha yang mereka miliki atau kendalikan.
Menurut Indikator Politik Indonesia, praktik semacam ini merupakan fenomena umum di berbagai daerah. Bahkan, di sejumlah wilayah, kepala daerah yang terpilih dalam Pilkada memberikan konsesi bisnis kepada tim suksesnya melalui skema APBD dan APBN, termasuk Dana Desa. Modusnya beragam: mulai dari program Bimbingan Teknis (Bimtek) hingga penjualan material yang tidak relevan dengan kebutuhan desa, namun tetap dipaksakan untuk dibeli.
Regulasi Pengadaan: Menjaga Dunia Usaha dari Intervensi Kekuasaan
Pengadaan jasa fotokopi di OPD seharusnya mengikuti prinsip efisiensi dan transparansi. Meski tidak selalu wajib melalui lelang atau e-Katalog, penggunaan platform digital sangat dianjurkan, terutama untuk pengadaan dengan nilai tertentu. Berikut penjelasan metode pengadaan yang berlaku:
- Wajib e-Purchasing melalui e-Katalog
- OPD diwajibkan menggunakan e-Katalog untuk barang/jasa yang tersedia di dalamnya.
- Banyak penyedia jasa fotokopi telah terdaftar di e-Katalog lokal maupun nasional.
- Proses e-Purchasing lebih cepat dan tidak memerlukan tender panjang.
- Metode Alternatif Berdasarkan Nilai Pengadaan
- Sesuai Perpres No. 12 Tahun 2021:
- Pengadaan Langsung (SPK): Untuk nilai Rp 50–200 juta.
- Pengadaan Langsung (non-tender): Di bawah Rp 50 juta, cukup dengan kuitansi atau SPK.
- Tender/Lelang: Wajib untuk pengadaan di atas Rp 200 juta.
- Keunggulan e-Katalog
- Transparansi: Harga dan spesifikasi produk jelas.
- Efisiensi: Memangkas birokrasi dan mempercepat proses.
- Kepatuhan Regulasi: Mendukung digitalisasi pengadaan pemerintah.
- Dukungan Produk Dalam Negeri: Mendorong penggunaan produk lokal.
Penggunaan e-Katalog dalam pengadaan jasa fotokopi dan layanan lainnya bukan sekadar pilihan teknis, melainkan wujud komitmen terhadap tata kelola pemerintahan yang bersih dan efisien. Dunia usaha dan industri harus bebas dari intervensi kekuasaan. APBD adalah amanah publik, bukan ladang bisnis bagi segelintir elite.
Komitmen untuk Membongkar Praktik Curang
Penulis menyadari bahwa praktik bisnis berbasis APBD yang dilakukan oleh oknum pejabat di Kabupaten Asahan bukanlah hal baru. Sudah terlalu lama praktik curang ini berlangsung tanpa ada keberanian untuk membongkarnya secara terbuka.
Sebagai pelaku usaha media dan Wakil Ketua DPK APINDO Asahan, penulis memiliki data dan fakta lapangan yang mengarah pada dugaan tindak pidana, korupsi, dan pemborosan anggaran. Komitmen penulis adalah untuk terus mengungkap dan mendokumentasikan praktik-praktik ini demi mendorong tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan berpihak pada kepentingan publik. Publik berhak tahu, dan media wajib menyuarakan. (**)





