MEDIA DIALOG NEWS, Kisaran — Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kisaran menjatuhkan vonis 3 tahun penjara dan denda Rp.500 juta terhadap Amir Simatupang dalam perkara perdagangan ilegal sisik trenggiling, Senin (28/7). Namun, perhatian publik tertuju pada putusan yang menetapkan sejumlah barang bukti dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), guna digunakan dalam perkara tersangka lainnya: Aipda Alfi Hariadi Siregar, anggota Polres Asahan aktif.
Barang bukti tersebut bukan hanya berupa sembilan kotak kardus berisi sisik trenggiling, tetapi juga termasuk mobil, telepon genggam, dan hasil digital forensik yang mengungkap komunikasi intens antara Amir dan sejumlah pihak, termasuk dua prajurit TNI dan tersangka Alfi.
Di antara barang yang dikembalikan ke JPU adalah:
- Hasil print out percakapan dari handphone milik Rahmadani Syahputra dan Muhammad Yusuf,
- Satu buah flashdisk berisi physical imaging hasil digital forensic dari perangkat tersebut,
- Dokumen komunikasi yang diduga menunjukkan keterlibatan Alfi sebagai penghubung pemindahan sisik trenggiling dari gudang Polres ke rumah dan kios milik Yusuf.
Vonis terhadap Amir menegaskan pelanggaran Pasal 40A ayat (1) huruf f jo. Pasal 21 ayat (2) huruf c UU No. 32 Tahun 2024 tentang Konservasi SDA Hayati, dan jo. Pasal 55 KUHP. Meski Amir ditahan dan dikenakan pidana subsider 6 bulan jika tak mampu membayar denda, proses hukum terhadap Alfi belum dilimpahkan ke persidangan meski sudah gagal di praperadilan awal Juli lalu.
“Pemulangan barang bukti ini mengindikasikan bahwa proses hukum terhadap tersangka lain masih berjalan. Kalau hanya pelaku lapangan yang dijatuhi vonis, sementara aktor pengatur dibiarkan lolos, maka keadilan ekologis tak ubahnya slogan,” tegas salah satu pegiat konservasi kepada Media Dialog News.
Barang bukti yang ditetapkan tetap digunakan dalam perkara An. Alfi Hariadi Siregar menjadi sinyal bahwa publik dan aparat harus mengawal kasus ini lebih lanjut. Akankah PN Kisaran kembali membuka persidangan baru untuk menuntaskan benang kusut jaringan perdagangan satwa dilindungi? (Edi Prayitno)