MEDIA DIALOG NEWS, Jambi – Suara penolakan terhadap aktivitas PT. Sinar Anugrah Sentosa (PT SAS), anak perusahaan RMKE Group, kembali menggema. Barisan Perjuangan Rakyat (BPR) bersama warga Kelurahan Aur Kenali dan Mendalo Darat yang didampingi WALHI Jambi menggelar aksi menolak pembangunan stockpile dan jalan khusus batubara yang berdiri di tengah-tengah permukiman padat penduduk, Sabtu 13 September 2025.
Bagi warga, kehadiran stockpile itu bukan sekadar proyek biasa. Mereka menilai, pembangunan yang dipaksakan ini telah menginjak-injak hak dasar masyarakat untuk hidup di lingkungan yang sehat, aman, dan bebas dari polusi. Hak tersebut dijamin dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan setiap orang berhak memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.
WALHI Jambi menegaskan, proyek ini mengabaikan prinsip keadilan ekologis dan jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Dalam UU tersebut, warga memiliki hak penuh atas lingkungan hidup yang sehat, sementara setiap orang wajib menjaga kelestarian fungsi lingkungan.
Masalah semakin jelas ketika menyinggung Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 5 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Perda ini menegaskan peruntukan ruang wilayah, dan lokasi stockpile PT SAS sejatinya bukan kawasan industri, melainkan kawasan permukiman padat yang seharusnya bebas dari aktivitas tambang.
“Pembangunan stockpile di wilayah ini adalah pelanggaran tata ruang sekaligus bentuk pembangkangan terhadap hukum daerah. Ini nyata-nyata perampasan ruang hidup rakyat dan ancaman serius bagi kesehatan publik,” tegas Oscar Anugrah, Direktur WALHI Jambi.
Menurut Oscar, negara tidak boleh menutup mata. Pemerintah seharusnya hadir dan tunduk pada aturan hukum, bukan justru memberi ruang bagi korporasi untuk merampas hak rakyat.
Senada, Ketua Barisan Perjuangan Rakyat (BPR), Oscar Rahmat menegaskan masyarakat tidak akan tinggal diam.
“Tidak ada pembangunan yang benar jika berdiri di atas penderitaan rakyat. Penolakan ini adalah perjuangan mempertahankan ruang hidup, kesehatan, dan masa depan generasi mendatang. Suara rakyat tidak boleh dibungkam,” seru Oscar Rahmat.
Masyarakat mendesak Gubernur Jambi dan Walikota Jambi untuk segera turun tangan. Kehadiran pemimpin daerah dinilai penting guna membuka ruang dialog dengan warga serta memastikan keberlangsungan hidup masyarakat yang dipimpinnya.
Tuntutan warga sederhana: hentikan seluruh aktivitas stockpile batubara yang sejak awal hanya membawa keresahan. Bagi mereka, pembangunan ini bukan membawa kesejahteraan, melainkan menciptakan masalah baru bagi ruang hidup dan kesehatan.
Gelombang penolakan ini menegaskan bahwa warga Jambi, khususnya Aur Kenali dan Mendalo Darat, bersatu menjaga tanah mereka dari ancaman eksploitasi. Bagi mereka, ini bukan sekadar protes, melainkan perjuangan panjang demi masa depan generasi yang akan datang. (Joe)