Catatan : Tim Redaksi
MEDIA DIALOG NEWS – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 yang mengatur tentang penertiban kawasan hutan yang digunakan secara ilegal. Peraturan ini bertujuan memperkuat langkah pemerintah dalam mengatasi penggunaan kawasan hutan tanpa izin, baik untuk kepentingan perkebunan maupun pertambangan.
Langkah-Langkah Penertiban Kawasan Hutan
Penertiban kawasan hutan dilakukan dengan beberapa tindakan utama:
- Penagihan denda administratif kepada pihak yang melanggar.
- Penguasaan kembali kawasan hutan yang digunakan secara ilegal.
- Pemulihan aset yang berada di kawasan hutan.
Untuk mendukung implementasi Perpres tersebut, Presiden membentuk Satuan Petugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan, yang melibatkan berbagai instansi seperti TNI, Kejaksaan, Kepolisian, BPKP, BPN, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, BIG, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Penertiban di Kabupaten Asahan
Di Kabupaten Asahan, Satgas Penertiban Kawasan Hutan bergerak cepat dan langsung menyita sejumlah lahan milik beberapa perusahaan yang memanfaatkan kawasan hutan tanpa izin. Penyitaan ini ditandai dengan pemasangan plang di lokasi-lokasi penertiban. Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa perusahaan-perusahaan yang terkena penertiban antara lain PT Bakrie Sumatera Plantation (BSP), PT Paya Pinang Grup, dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN).
Hasil investigasi di lapangan menunjukkan bahwa plang yang dipasang oleh Satgas berisi peringatan: “Lahan Perkebunan Ini Dalam Penguasaan Pemerintah RI, Cq Satgas Penertiban Kawasan Hutan. Dilarang Memperjualbelikan dan Menguasai Tanpa Izin Satgas Penertiban Kawasan Hutan.”
Tim Satgas di Kabupaten Asahan
Penertiban kawasan hutan di Kabupaten Asahan dipimpin oleh sejumlah tokoh yang berpengalaman, antara lain:
- Imam Fauzi SH (Koordinator Kejati Sulawesi Tengah)
- Letkol Laut (PM) Chandra Hermawan
- MS Wijaya (Surveyor Pemetaan Ahli Muda)
- Gandi Y (Kepala Seksi PN II)
- Kolonel Inf. Sumardi
- Kolonel Kav. Luluk Setianto
- Chandra Syahputra SH (Kasi Pidsus Kejari Asahan)
- Heriyanto Manurung SH (Kasi Intel Kejari Asahan)
- Kapten Inf. Viktor Hutagaol (Danramil Mandoge)
Tim ini bertindak langsung untuk memasang plang penertiban di beberapa titik dan memastikan proses penyitaan berjalan lancar. Pemerintah daerah bersifat membantu dan memfasilitasi kinerja Satgas.
Lokasi Penertiban
Heriyanto Manurung, Kasi Intel Kejari Asahan, mengungkapkan bahwa plang penertiban kawasan hutan telah didirikan di lima titik yang tersebar di berbagai wilayah Kabupaten Asahan:
- Dua titik di Desa Hutabagasan, Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, yang merupakan lahan PTPN.
- Satu titik di Kecamatan Bandar Pulau, yang merupakan lahan PT Paya Pinang Grup.
- Dua titik di Desa Sei Kopas, Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, yang merupakan lahan PT BSP.
Belum Maksimal
Luas kawasan hutan di Kabupaten Asahan berdasarkan data BPS mencapai 83.510 hektar, yang terdiri dari berbagai fungsi hutan seperti hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, dan hutan konversi. Di Asahan Hampir semua wilayah hutan tidak terlepas dari penggarapan liar oleh Masyarakat. Lebih tragis lagi, Perusahaan Perkebunan turut pula membeli hasil garapan rakyat untuk memperluas izin yang sudah mereka kantongi.
Masih banyak Kawasan Perkebunan yang berada di areal hutan di kabupaten Asahan, tetapi tidak terungkap. Peran Masyarakat, LSM, dan Jurnalis diharap mampu mengungkapnya. Semua orang boleh membantu tim PKH dengan informasi yang valid dan itu sangat diharapkan oleh mereka. Mari bersama-sama kita mengembalikan fungsi hutan dari segala bentuk penyalahgunaan.
Kesimpulan
Perpres Nomor 5 Tahun 2025 menjadi langkah strategis untuk memastikan kawasan hutan tidak disalahgunakan dan tetap berfungsi sesuai peruntukannya. Melalui tindakan tegas seperti pemasangan plang dan penguasaan kembali lahan, pemerintah menunjukkan komitmennya dalam menjaga kelestarian hutan. Satgas Penertiban Kawasan Hutan di Kabupaten Asahan menjadi bagian penting dari upaya nasional yang lebih luas untuk mengatasi penggunaan kawasan hutan secara ilegal. (**)