MEDIA DIALOG NEWS, Kisaran – Dugaan adanya cacat procedural dalam pencabutan dan penetapan nomor urut pasangan calon Bupati/Wakil Bupati Asahan akan dilaporkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pemuda Mandiri Peduli Rakyat Indonesia (PMPRI) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jakarta. Ketua LSM-PMPRI, Hendra Syahputra, SP menyebutkan selain cacat procedural, KPU Asahan wajib memberi penjelasan kepada Publik mengapa pencabutan nomor urut calon tunggal menunggu hasil pencabutan nomor urut di KPU Provinsi Sumatera Utara. Dia menyebutkan Ketua dan Anggota KPU Asahan sudah melanggar Kode Etik sebagai Penyelenggara Pemilu di Kabupaten Asahan.
“Apa alasan KPU Asahan memperlambat pencabutan nomor urut pasangan calon tunggal sampai malam hari melampaui jam pencabutan nomor KPU Provinsi di Medan? Apakah menunggu perolehan nomor pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur Sumatera Utara? Mereka sudah melanggar kode etik sebagai penyelenggara Pemilu,” ujarnya kepada Media Dialog News, Selasa (24 September 2024) di sebuah kedai kopi legendaris di Kisaran.
Hendra menduga ada korelasi antara penundaan proses atau memperlambat pencabutan nomor urut pasangan calon Bupati/Wakil Bupati Asahan dengan Nomor Urut yang sudah diperoleh Calon Gubernur/Wakil Gubernur Sumatera Utara. Hal ini supaya calon Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Asahan mendapatkan nomor yang sama dengan Calon Gubernur/Wakil Gubernur Sumatera Utara. Namun dugaan ini, kata Hendra, biar nanti dijelaskan oleh KPU Asahan kepada DKPP sesuai laporan mereka.
“Dalam semua proses tahapan Pilkada, KPU Asahan jangan melakukan hal-hal yang membuat masyarakat curiga, mengapa jam pencabutan nomor urut tidak disamakan dengan KPU Provinsi? Mengapa mesti menunggu hasil pencabutan pasangan Gubernur/Wakil Gubernur Sumatera Utara?” ujarnya dalam nada Tanya.
Dia juga mengkritisi soal teknis pengundian nomor urut yang dilakukan oleh KPU Asahan. Menurutnya, siapa yang bisa menjamin nomor yang ada di dalam bola pimpong itu adalah nomor 1 dan 2. Mengapa setelah pasangan Taufiq-Rianto mendapatkan nomor urut 1 (satu) langsung dianggap kolom kosong mendapat nomor urut 2 (dua).
“Memang logikanya demikian, karena hanya ada satu pasang calon yang mencabut nomor, maka nomor berikutnya sudah pasti nomor sisanya. Tetapi siapa yang bisa menjamin? Mengapa tidak dibuka saja nomor yang ada di bola pimpong berikutnya, dan menunjukkan kepada masyarakat yang hadir di situ bahwa kotak kosong mendapat nomor urut 2 (dua),” ucapnya.
Anggota KPU Asahan, Pangulu Siregar, S.H. yang membidangi devisi Teknis Penyelenggaraan ketika dikonfirmasi melalui Ponsel mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan prosedur yang benar sesuai petunjuk teknis. “Kami sudah melaksanakan proses pencabutan nomor urut dan penetapannya sesuai Juknis” ujarnya.
Namun ketika ditanya apakah Juknis itu berupa Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), Pangulu tidak memberikan jawaban yang tegas, dia bahkan tidak dapat menyebutkan Nomor berapa PKPU atau Juknis yang dimaksudkannya. (Edi Prayitno)