MEDIA DIALOG NEWS, Kisaran – Sidang pembacaan tuntutan terhadap Amir Simatupang—terdakwa dalam kasus penjualan ilegal 1.180 kilogram sisik trenggiling—kembali ditunda di Pengadilan Negeri (PN) Kisaran. Ini merupakan penundaan ketiga yang tercatat dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), memunculkan pertanyaan publik soal keseriusan aparat dalam menangani kejahatan terhadap satwa dilindungi.
Dua kali penundaan disebabkan tidak hadirnya saksi-saksi, dan Ketua Majelis Hakim berangkat menunaikan ibadah haji, sementara penundaan terbaru pada 16 Juni 2025 terjadi karena cutinya Hakim Ketua. Sidang dijadwalkan ulang pada 23 Juni 2025.
“Karena Hakim Ketua yang menangani perkara ini sedang cuti, maka agenda pembacaan tuntutan ditunda hingga Senin, 23 Juni 2025,” ujar sumber resmi mediadialognews.com dan dialogberita.com di PN Kisaran.
Perkara dengan nomor 168/Pid.Sus-LH/2025/PN Kis ini telah disidangkan sejak 24 Maret 2025. Hingga kini, sudah lebih dari 80 hari berlalu, sementara pembacaan tuntutan belum juga terlaksana.
Secara normatif, berdasarkan Pasal 26 ayat (1) KUHAP juncto Pasal 29 dan 24 KUHAP, masa penahanan oleh hakim dalam proses pengadilan tingkat pertama dibatasi maksimal 90 hari, dan dapat diperpanjang jika disetujui Ketua Pengadilan Tinggi. Kendati belum melampaui batas tersebut, lambannya proses ini mengundang kritik.
“Batas waktu dalam KUHAP bukan hanya soal administrasi, tapi esensial untuk menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan, baik bagi terdakwa maupun publik,” ujar seorang pemerhati hukum lingkungan yang enggan disebutkan namanya.
Trenggiling sendiri merupakan satwa yang sangat dilindungi dan kerap menjadi target sindikat perdagangan internasional. Penundaan bertubi-tubi tanpa progres konkret memberi kesan bahwa kejahatan konservasi belum menjadi prioritas serius dalam sistem peradilan.
Di sisi lain, kasus ini juga menyeret dua oknum anggota TNI yang kasusnya masih dalam proses persidangan di Pengadilan Militer Medan. Selain itu belakangan bertambah satu dari oknum kepolisian berinisial AHS, yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera. AHS kemudian mengajukan gugatan praperadilan ke PN Kisaran pada 27 Mei 2025, terdaftar dengan nomor perkara 3/Pid.Pra/2025/PN Kis, untuk menguji keabsahan penetapan tersangkanya.
Sidang pertama Prapid tanggal 10 Juni 2025 pun ditunda karena ketidakhadiran termohon, sehingga sidang kembali akan digelar pada tanggal 01 Juli 2025 mendatang.
Sementara itu Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera, Hary Novianto, kepada sejumlah wartawan di Medan menyatakan belum menerima relaas resmi gugatan tersebut, namun menegaskan bahwa pihaknya siap menghadapi proses hukum yang diajukan AHS.
Keterlibatan aparat penegak hukum dalam jaringan perdagangan sisik trenggiling ini menambah kompleksitas perkara. Penundaan sidang terhadap terdakwa sipil dan gugatan praperadilan oleh oknum polisi dalam waktu bersamaan memperlihatkan tantangan serius dalam penegakan hukum kejahatan lingkungan.
“Penegakan hukum terhadap kejahatan konservasi tidak boleh tebang pilih. Ketika aparat sendiri terlibat, transparansi dan akuntabilitas menjadi ujian utama,” ujar seorang pengamat hukum lingkungan. (Edi Prayitno)