MEDIA DIALOG NEWS, Kisaran — Pengadilan Negeri (PN) Kisaran menggelar sidang lapangan di kawasan Graha Kisaran, Kelurahan Sei Renggas, Kecamatan Kota Kisaran Barat, Kabupaten Asahan, Selasa (28/10/2025). Sidang ini merupakan bagian dari proses pembuktian lanjutan dalam perkara perdata nomor 107/Pdt.G/2025/PN Kisaran, yang diajukan oleh 13 warga terhadap Sahat Hamonangan atas dugaan perbuatan melawan hukum terkait penguasaan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk (PT. BSP).
Sidang lapangan dilakukan untuk menentukan titik-titik objek sengketa antara para penggugat dan tergugat, disaksikan langsung oleh majelis hakim PN Kisaran serta kuasa hukum masing-masing pihak. Usai sidang lapangan, proses dilanjutkan di ruang sidang Cakra PN Kisaran, di mana majelis hakim mendengarkan keterangan dari saksi-saksi, termasuk Lurah Sei Renggas dan pihak terkait. Sidang ditunda dan akan dilanjutkan pada agenda berikutnya.
Gugatan ini bermula dari laporan pidana yang diajukan Sahat Hamonangan ke Ditreskrimum Polda Sumatera Utara pada 30 Juli 2024, dengan tuduhan penyerobotan lahan oleh warga yang telah mengelola tanah eks HGU BSP sejak 2011. Para penggugat menilai klaim tersebut tidak berdasar dan menyebut Surat Keterangan Tanah (SKT) milik Sahat Hamonangan tidak sah secara hukum, karena tidak melalui proses perolehan yang sesuai ketentuan.
Ke-13 penggugat, yakni Legimin, Legiman, Turiono, Nafriyus, Neneng Susanti, Yunita, Mahmuda, Syamsul Qodri Marpaung, Syarifuddin Sirait, Mhd. Azmy Manurung, Dewi Mustika Sari, Tuahman, dan Syahfitri Siregar, telah mengelola lahan tersebut untuk berbagai jenis usaha seperti rumah makan, warung, bengkel, travel, dan pengelolaan sampah. Aktivitas mereka didukung oleh surat keterangan usaha (SKU) dari Lurah Sei Renggas yang diterbitkan antara tahun 2022 hingga 2024.
Berikut profil singkat para penggugat dan jenis usaha yang mereka kelola sejak 2011:
- Legimin – Kantor usaha di Jl. Ahmad Yani (±528 m²)
- Syahfitri Siregar – Warung Makan Anapa 126 di Jl. Ahmad Yani (±594 m²)
- Tuahman – Rumah makan di Jl. Abdi Satya Bhakti (±365,5 m²)
- Dewi Mustika Sari – Warung makanan di Jl. Abdi Satya Bhakti (±210 m²)
- Azmy Manurung – Pengelolaan sampah di Jl. Ahmad Yani (±178,28 m²)
- Syarifuddin Sirait – Warung kopi di Jl. Abdi Satya Bhakti (±210 m²)
- Syamsul Qodri Marpaung – Warung kopi di Jl. Abdi Satya Bhakti (±430 m²)
- Mahmuda – Bengkel dan doorsmeer di Jl. Ahmad Yani (±362,87 m²)
- Yunita – Tempat usaha di Jl. Ahmad Yani (±759 m²)
- Neneng Susanti – Travel umroh di Jl. Abdi Satya Bhakti (±301 m²)
- Nafriyus – Usaha bibit tanaman di Jl. Abdi Satya Bhakti (±645 m²)
- Turiono – Usaha perbengkelan di Jl. Ahmad Yani (±564,86 m²)
- Legiman – Kedai kopi di Jl. Pondok Indah (±1.200 m²)
Setelah mediasi dinyatakan gagal pada 6 Oktober 2025, perkara ini memasuki tahap pembuktian yang dimulai sejak 9 Oktober 2025. Para penggugat berharap pengadilan mempertimbangkan bukti-bukti pengelolaan aktif mereka dan mengakui hak atas tanah yang telah mereka usahai secara sah dan berkelanjutan.
Sementara itu Legimin Roy, mewakili penggugat dalam keterangan persnya kepada mediadialognews.com dan dialogberita.com menyatakan bahwa saat dilakukan sidang lapangan dihadiri oleh mayarakat yang mengusahai tanah negara bersama PN Kisaran mempertanyakan ganti rugi yang disebutkan oleh PH Sahat Hamonangan “Klaim kepemilikan tanah negara oleh Sahat Hamonangan apakah dapat dibenarkan diperoleh berdasarkan ganti rugi kepada PT.BSP sebesar Rp.400.000.000,” ujarnya kepada kedua awak media ini.
Legimin mempertegas pertanyaan dan keheranannya terhadap kepemilikan eks HGU PT.BSP oleh Sahat Hamonangan yang merupakan tanah negara dengan proses ganti rugi. Proses ini dapat dimaknai pihak yang melepaskan HGU, yakni PT.BSP menjual tanah negara kepada pihak lain, yaitu Sahat Hamonangan “Apa bisa tanah HGU diperjualbelikan?” ucapnya.
Sidang lanjutan dijadwalkan akan digelar kembali dalam waktu dekat untuk mendengarkan keterangan tambahan dan menyusun kesimpulan dari masing-masing pihak.
Perkara ini menjadi sorotan publik karena menyangkut hak atas tanah negara yang telah lama diusahai warga. Masyarakat berharap proses hukum berjalan adil dan transparan demi kepastian hukum dan keadilan sosial. (Redaksi)





