MEDIA DIALOG NEWS, Kisaran – Kekecewaan meletup dari Forum Tenaga Kerja Sukarela (TKS) Kabupaten Asahan setelah empat pejabat struktural kembali tidak menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar oleh Komisi B DPRD Asahan, Selasa, 10 Juni 2025. Rapat yang sedianya membahas nasib dan sistem kerja TKS di lingkungan layanan kesehatan ini justru kembali sepi tanpa kehadiran Kepala Dinas Kesehatan, Sekretaris Daerah, Kepala Puskesmas, dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
Absennya keempat pejabat tersebut bukan yang pertama kalinya. Forum TKS menyebutkan bahwa sejak undangan pertama digulirkan oleh DPRD Asahan, mereka telah empat kali berturut-turut tidak hadir tanpa konfirmasi resmi ataupun penugasan wakil. Padahal, pertemuan ini sangat dinantikan sebagai ruang klarifikasi dan dialog soal kejelasan status kerja serta jaminan kesejahteraan para tenaga sukarela di fasilitas kesehatan daerah.
Ketua Komisi B DPRD Asahan mengaku kecewa dan menyayangkan sikap tidak kooperatif dari jajaran eksekutif. Ia menilai ketidakhadiran berulang ini merupakan bentuk pengabaian terhadap semangat akuntabilitas dan perlindungan terhadap hak-hak tenaga kerja non-PNS yang selama ini menjadi tulang punggung layanan kesehatan tingkat pertama.
“Ini bukan soal politik atau kekuasaan, ini soal kemanusiaan. Mereka yang mangkir tanpa alasan jelas menunjukkan bahwa urusan tenaga kesehatan sukarela belum menjadi prioritas,” ujar seorang anggota dewan dengan nada tegas.
Forum TKS yang turut hadir dalam agenda tersebut tak kuasa menyembunyikan kekecewaannya. Mereka menyatakan bahwa ketidakhadiran berulang para pejabat Pemkab Asahan, terutama Kepala Dinas Kesehatan justru memperkuat dugaan bahwa tidak ada itikad baik dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang mereka hadapi.
DPRD Asahan berencana mengagendakan kembali RDP dalam waktu dekat. Sebagian legislator bahkan mulai mendorong pembentukan Panitia Khusus (Pansus) jika ketidakhadiran terus berlangsung. Sinyal penguatan fungsi pengawasan ini menjadi cermin dari keresahan wakil rakyat terhadap memburuknya komunikasi antara lembaga legislatif dan eksekutif. (Edi Prayitno)