MEDIA DIALOG NEWS, Kisaran – Dugaan korupsi dana hibah KONI Kabupaten Asahan senilai Rp52,5 miliar akhirnya dilaporkan ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, dan Kejaksaan Negeri Asahan. Dana tersebut bersumber dari APBD Kabupaten Asahan sejak tahun anggaran 2019 hingga 2025, dalam enam tahun berturut-turut.
Laporan ini diajukan oleh Lembaga Penegakan Supremasi Hukum (LPSH) Cabang Asahan melalui surat bernomor 380/lpsh/Lap.du/Nydik.JPN/VII tertanggal 18 Juli 2025. Laporan tersebut ditujukan langsung kepada Jaksa Agung RI dan jajaran kejaksaan sebagai bentuk keprihatinan atas dugaan korupsi sistematis yang melibatkan organisasi keolahragaan dan kekuasaan daerah.
Ketua LPSH Cabang Asahan, Tumpak Nainggolan, SH, menyampaikan bahwa laporan ini merupakan bagian dari upaya masyarakat sipil dalam menegakkan transparansi dan akuntabilitas penggunaan uang negara, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 41 ayat (2e) UU No. 31 Tahun 1999. Ia menegaskan bahwa semangat “whistleblower act” harus dijadikan landasan dalam memerangi tindak pidana korupsi, termasuk yang menyangkut dana hibah.
Data alokasi dana hibah KONI dari APBD Kabupaten Asahan menunjukkan angka yang cukup besar: Rp.9,8 miliar pada tahun 2019, Rp.7 miliar pada 2020, Rp.6,5 miliar masing-masing pada tahun 2021 dan 2022, Rp.7 miliar pada 2023, serta Rp.8 miliar pada tahun 2024 dan perkiraan yang sama untuk 2025.
Totalnya mencapai Rp.52,5 miliar lebih. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar cabang olahraga yang tercatat sebagai penerima dana tidak memiliki aktivitas, fasilitas, atau kepengurusan yang jelas. Beberapa cabor diduga hanya berbentuk struktur minimal seperti ketua, sekretaris, dan bendahara, tanpa pelatih, arena latihan, atau kegiatan olahraga yang nyata.
Tumpak menyebut sejumlah cabang olahraga yang keberadaannya meragukan, termasuk panahan, Esport Indonesia (ESI), Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI), Federasi Petanque (FOPI), Hapkido Indonesia (HI), Tarung Derajat (KODRAT), Muaythai Indonesia (MI), serta sepatu roda, gulat, dan angkat besi.
Bahkan olahraga yang lebih dikenal seperti biliard, gateball, PERWOSI, hingga triathlon nyaris tak pernah menggelar pertandingan, kejuaraan, atau kegiatan publik lainnya di Kabupaten Asahan. Ia mencontohkan bahwa untuk cabang triathlon—yang memadukan berenang, bersepeda, dan berlari secara simultan—tidak ada fasilitas yang memadai, bahkan atletik dasar pun jarang dipertandingkan setahun sekali.
Tumpak juga menegaskan bahwa daftar lengkap cabang olahraga di bawah naungan KONI Kabupaten Asahan perlu diperiksa secara menyeluruh oleh pihak kejaksaan. Berdasarkan data tertanggal 3 Mei 2024, terdapat 37 cabor yang tercatat sebagai penerima dana hibah, di antaranya Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), Esport Indonesia (ESI), Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI), Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (FORKI), Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI), Federasi Hockey Indonesia (FHI), Federasi Petanque Indonesia (FOPI), dan Hapkido Indonesia (HI). Selain itu, juga tercatat Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI), Tarung Derajat (KODRAT), Muaythai Indonesia (MI), Panahan (PERPANI), Sepatu Roda (PORSERASI), Gulat (PGSI), Tenis Meja (PTMSI), Renang (PRSI), Angkat Besi (PABSI), dan Atletik (PASI).
Cabor lainnya yang masuk dalam daftar adalah Tinju Amatir (PERTINA), Biliard (POBSI), Angkat Berat (PABERSI), Binaraga dan Fitnes (PBFI), Sambo (PERSAMBI), Bola Voli (PBVSI), Senam (PERSANI), Sepak Takraw (PSTI), dan Bulu Tangkis (PBSI). Tak ketinggalan, Menembak (PERBAKIN), Basket (PERBASI), Drum Band (PDBI), Catur (PERCASI), Gateball (PERGATSI), Wanita Olahraga (PERWOSI), Triathlon (FTI), Taekwondo (TI), dan Wushu Indonesia (WI). Menurut LPSH, seluruh cabor ini layak untuk ditelusuri lebih lanjut terkait efektivitas penggunaan dana hibah dan keberadaan kegiatan olahraga yang nyata di lapangan.
Sorotan lain dalam laporan tersebut adalah pelaksanaan Rapat Kerja Kabupaten (Rakerkab) KONI Asahan yang digelar di Hotel Niagara Danau Toba pada 4–5 Juli 2025. Acara itu disebut menelan biaya lebih dari Rp.500 juta. Biaya penginapan peserta yang mencapai Rp.1,5 hingga Rp.3 juta per malam jauh melampaui tarif normal hotel tersebut, yang hanya sekitar Rp.822 ribu per malam. LPSH menilai anggaran tersebut tidak rasional, apalagi jika ditinjau dari jumlah peserta yang disebut mencapai 100 orang dan kemungkinan berbagi kamar.
Lebih lanjut, Tumpak mengungkap dugaan adanya keterlibatan oknum anggota DPRD Asahan dalam korupsi dana hibah tersebut. Beberapa di antaranya diketahui menjabat sebagai pengurus cabang olahraga, termasuk “HS” yang menjabat sebagai Ketua KONI Asahan sejak 2020 dan kembali terpilih untuk periode 2024–2028. Menurutnya, penguasaan struktur organisasi dan pemahaman terhadap alokasi anggaran memungkinkan oknum tersebut melakukan simplifikasi atas aliran dana hibah yang fantastis dan sarat dengan kepentingan korporatif.
Ketika dikonfirmasi oleh wartawan, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Asahan, Heriyanto Manurung, SH, hanya memberikan tanggapan singkat, “Nanti dicek dulu ya.” Hingga kini belum ada klarifikasi resmi dari pihak KONI maupun DPRD terkait laporan tersebut.
LPSH berharap agar aparat penegak hukum segera menindaklanjuti laporan ini dan membuktikan komitmen dalam membangun sistem pemerintahan yang bersih, efektif, dan transparan. Sebab, dana publik yang seharusnya dimanfaatkan untuk meningkatkan prestasi atlet lokal justru diduga disalahgunakan secara sistematis oleh pihak-pihak yang berwenang. (Edi Prayitno)