MEDIA DIALOG NEWS, Kisaran – Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dua Karyawan PT. Federal International Finance (PT. FIF) Cabang Kisaran terus berlanjut. Pengurus Lembaga Bantuan Hukum Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Provinsi Sumatera Utara Rahmad Syambudi, S.H. mengungkapkan mediasi kedua dijadwalkan oleh mediator pada Kamis (11/12/2025) pagi.
Rahmad Syambudi menyayangkan PT. FIF mangkir dari panggilan kedua Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Asahan dalam rangka mediasi. Padahal, kata Rahmad, pihaknya sudah menunggu lama untuk pertemuan ini.
“Panggilan mediasi kedua dijadwalkan mediator pada 11 Desember. Sayangnya perusahaan (PT. FIF -red) tidak hadir,” kata Rahmad.
“Padahal sudah tiga minggu lamanya kami rela menunggu untuk pertemuan ini,” lanjut Rahmad.
Rahmad menjelaskan, tahapan mediasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hububgan Industrial. Ia menilai ketidakhadiran PT. FIF semakin menguatkan dugaan bahwa perusahaan ingin menghindar dari kewajiban membayar penuh hak-hak pekerja yang menjadi korban PHK.
“Sudah dipanggil. Kami sudah datang, tapi perusahaan tidak. Padahal mediasi ini sudah diatur UU 2/2004 tentang PPHI. Ini menguatkan dugaan kami bahwa perusahaan ingin menghindar dari kewajiban,” jelas Rahmad.
Rahmad menuturkan, sebelumnya pada 9 Oktober 2025, dua pekerja PT. FIF Syaiful dan Zulfan tidak bisa mengakses sistem absensi saat pulang bekerja. Lalu pada 10 dan 11 Oktober 2025, pekerja datang ke kantor namun tidak diberikan penjelasan atas masalah tidak dapat mengakses sistem absensi. Pada 13 Oktober 2025, istri dari salah satu pekerja menerima paket dokumen dari kurir Pos berisi surat pemberitahuan PHK. Surat tersebut menyebutkan PHK dilakukan alasan bersifat mendesak.
“Tanggal 9 Oktober tidak bisa absen keluar. Dua hari setelahnya berturut turut pekerja datang ke kantor juga masih tidak diberikan penjelasan. Tanggal 13 istri pekerja menerima surat PHK yang dikirim dari Pos. Menyebutkan PHK bersifat mendesak efektif pada 15 Oktober,” ungkap Rahmad.
Rahmad menyesalkan kebijakan PT. FIF melakukan PHK bersifat mendesak terhadap dua pekerjanya. Menurutnya kebijakan tersebut tidak berdasar dan batal demi hukum. Ia menilai PHK ibarat bencana terhadap pekerja.
“PHK bersifat mendesak yang dilakukan tidak berdasar. Batal demi hukum. Ini bencana bagi pekerja. Istilahnya bukan hanya membalikkan priuk pekerja, tapi juga membakar dapurnya,” ketus Rahmad.
Ketika ditanya apa sebenarnya yang menjadi tuntutan pekerja, Rahmad mengatakan jumlah tuntutan tidak besar nilainya dibanding akibat dari PHK.
“Tidak seberapa kok. Normatif saja. Pesangon, UPMK, UPH, dan perhitungan lembur. Yang besar justru dampak buruk dari PHK itu sendiri terhadap kehidupan buruh dan keluarganya” tutup Rahmad. (Youthma)



