Media Dialog News

Kisah Nyata Pelarian Anak Kisaran yang Dipaksa Bekerja sebagai “Scamer” di Kamboja (Bagian II)

MEDIA DIALOG NEWS – Begitu menginjakkan kaki di Bandara Phnom Penh – Kamboja, Dion disambut Perempuan muda yang menjemput mereka. Urusan imigrasi berjalan lancar, izin tinggal sementara (Visa Wisata 30 hari) berbahasa inggris dan Kamboja tak mereka pahami. Mereka berpikir bahwa yang mereka dapatkan adalah permit kerja selama 1 tahun, sesuai janji Mr.Jhon. Belakangan mereka baru menyadari setelah didenda melebihi izin tinggal 10 hari di Kamboja oleh imigrasi setempat.

Mereka di Sihanoukville dijual seperti budak

Dion bersama X dan Y teman sekampungnya di Sei Renggas – Kisaran Timur melaju dari Bandara Phnom Penh ke KPS (Kampong Som atau Sihanoukville, red) jauhnya 4 jam perjalanan. Di mobil travel Mereka diberi nomor perdana Ponsel Kamboja, pulsa dan paket internet. Makan di perjalanan dan langsung menuju ke Tempat Pekerjaan.

“Kalau gak salah nama gedungnya Gold Casino, pak. Ada 6 gedung di sini, seperti rumah susun bentuknya,” ujar dion mendeskripsikan tempat pekerjaan yang didatanginya.

Setiap Gedung dijaga oleh banyak orang yang berpakaian hitam-hitam memegang senjata laras Panjang. Ada juga beberapa ekor anjing penjaga.

Merekapun masuk ke dalam Gedung. Di dalam Gedung mereka dites mengetik di computer dan yang lulus hanya dua orang. Mereka bertiga dibawa keluar Gedung, dijual kepada agen lainnya, lalu mereka dibawa ke Gedung sebelahnya, dites mengetik lagi dan ditolak.

“Kami berdua tak bisa cepat mengetik makanya ditolak,” ujar Dion sembari menjelaskan X dapat diterima di Gedung III sedangkan dia dan Y ditolak bekerja di Golden Casino.

Jam 10 malam waktu setempat hari pertama mereka di Kamboja sudah kelelahan. Tak ada istirahatnya, Mereka kemudian diinapkan di home stay oleh agen yang akan menjual mereka lagi ke Bos Scamer lainnya.

Dijual ke Bavet

Bavet di Kamboja dikenal sebagai salah satu pusat scamer (penipuan) di Asia Tenggara. Beberapa laporan dan artikel telah menyebutkan bahwa Bavet menjadi tempat operasional bagi banyak kelompok penipu yang melakukan kegiatan penipuan melalui telepon, email, dan media sosial.

Kelompok penipu ini seringkali menggunakan teknik phishing, scam investasi, dan penipuan lainnya untuk mengelabui korban dan mendapatkan uang atau informasi pribadi mereka.

Dion dan Y tidak tahu Dimana kota Bavet, mereka hanya merasakan waktu tempuhnya 8 jam dari Homstay dari KPS. Di Bavet pun mereka tidak laku terjual, Kembali lagi ke Homestay di PKS bersama agen. Dion jatuh sakit, asam lambungnya kumat dia mulai merasa sangat kelelahan dan demam. “Saya demam, tapi dipaksa kerja di Perusahaan terakhir yang mau menerima kami, temanku Y sudah duluan kerja tapi masih di Buvet juga, tidak satu perusahaan dengan saya” terang Dion.

Hari Pertama Kerja

Dion baru sadar ternyata dia bekerja sebagai scamer (penipu). Bukan Admin seperti yang dijanjikan. Di sini dia menanatangani kontrak kerja Bahasa Kamboja yang diterjemahkan oleh seorang China Indonesia. Isinya, bahwa dia sudah dibeli seharga US $2000, kontrak kerja dengan Perusahaan 8 bulan, kerja 15 jam dari pukul 8 pagi s/d 11 malam. Istirahat makan 2 kali, gaji Rp.12 juta/blan jika memenuhi target.

“Apabila memenuhi target minimal penghasilan Rp.75 juta/bulan, saya mendapat bonus. Jika tidak memenuhi target minimal Rp.75 juta per bulan, maka  gaji Dion juga akan dikurangi. Parahnya itu kalau terlambat masuk kerja 1 menit, dipotong 10 Dolar Amerika,” terang Dion.

Dia diperintahkan untuk menyamar menjadi seorang Perempuan. Membuat 3 akun fb dan 3 akun IG di HP yang disediakan. Seharian Dion membuat karakter dari 6 akun yang berbeda-beda, mengisi konten dengan foto-foto yang diambil dari Pinteres, dan membuat solah-olah akun itu benar-benar nyata.

Hari ke Dua Kerja

Dion masih disuruhkan merapikan akun palsunya supaya menjadi benar-benar nyata. Stamina Dion semakin drop, demamnya semakin bertambah parah. Dia tidak diberi obat, dipaksa kerja sesuai Standard Operasional Prosedure (SOP)yang sudah ditetapkan.

Hari ke Tiga Kerja

Sakit Dion tak kunjung sembuh, kelelahan, kurang makan membuat dirinya semakin tak bertenaga.

“Tidurnya 8 orang satu kamar pak.., makan masakan Vietnam, nasinya keras, lauknya bau ikan busuk, sekalinya makan daging dikasih daging babi” ujar Dion dengan suara meninggi saat diwawancarai meluahkan emosinya.

Di dalam SOP pekerjaan Dion disuruh berteman (meng-Add) akun-akun orang Indonesia di fb ataupun di IG. Target yang ditetapkan adalah melakukan Chating kepada 100 akun laki-laki usia minimal 31 tahun. Isi chatingnya tentang perkenalan, PDKT merayu dengan berbagai cara supaya calon korban mau diajak berinvestasi, atau korban dirayu supaya mau membantu sejumlah uang untuk mendapatkan keuntungan.

Hari ke Empat Kerja

Dion Sakit tak bisa masuk kerja, dia terbaring lemah di kamarnya. Seorang bodyguard memaksa Dion harus bekerja. Dion diseret supaya duduk di kursi, tubuhnya lemah. Tetapi tetap dipaksa kerja. Jika ketahuan berhenti mengetik, Dion di tampar kepalanya dari belakang. Terus menerus penyiksaan itu dilakukan kepada dirinya sempanjang hari.

Hari ke Lima Kerja

Dion benar-benar tumbang, muntah-muntah saat duduk di kursi di depan computer. Dia tidak diizinkan istirahat, diinfus sambil duduk bersandar di kursi. Meskipun tangan Dion tidak bisa mengetik di keyboard tetap saja dia mesti duduk di depan computer.

“Habis tiga botol infus pak, sakitnya luar biasa. Jantungku hampir mau meledak karena deras kali dibikin tetesannya,” kata Dion.

Dia menceritakan bahwa jarum infus ke tiga disuruh mencabut sendiri. Darahpun mengucur deras, Dion tak sanggup lagi bekerja dan diseret ke kamarnya.

Kawan satu kamar Dion 8 orang yang melihat kejadian itu bertekad mau melarikan diri. Mereka menelpon KBRI di Pnom pen. Semalaman mereka tidak tidur mengatur rencana untuk melarikan diri.

Hari ke Enam

Ada penjemputan dari KBRI Pnom pen, tetapi bukan Dion. Dia masih terbaring lemah, di kamar sendirian sementara teman lainnya bekerja. Ada 6 orang kata Dion yang dijemput oleh Polisi Imigrasi Kamboja karena sudah lama melapor.

Hari ke Tujuh Kerja

Akibat penjemputan polisi imigrasi dan KBRI Dion dan semua pekerja diintrograsi. Mereka tidak boleh menggunakan HP selama 3 hari, semua nomor kontak dihapus.

Kondisi Dion semakin membaik, dia bekerja dengan pengawasan ketat. Sebab dituduh sebagai provokator yang mau mengajak teman-temannya melarikan diri. Sampai pada suatu waktu Dion ketahuan menelpon KBRI, ternyata ada penghianat dari 8 orang teman yang dipercayainya. Mereka dikumpulkan semua dalam satu kamar, diintrograsi dan disiksa sampai lebam dan berdarah-darah.

“Kami disuruh duduk berlutut, pak. Kami diitinju, dipukul, ditendang dan dipijak-pijak sama orang China tukang pukulnya” terang Dion.

(bersambung)

Berita Terbaru