MEDIA DIALOG NEWS, Kisaran – Pesta demokrasi Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2024 akan digelar beberapa bulan lagi. Hingga saat ini, belum ada calon atau pasangan calon yang dinilai potensial, kecuali pasangan Muhammad Bobby Afif Nasution dan H. Surya.
Bobby – Surya yang sekarang menjabat Walikota Medan dan Bupati Asahan dinilai menjadi pasangan ideal. Pasalnya, mereka dianggap berhasil mengasosiasi perwakilan millenial dan boomer dalam pemilihan kepemimpinan Sumatera Utara.
Pasangan Bobby – Surya mulai dikenal sejak Partai Golkar dan Partai Gerindra memutuskan mengusung Bobby – Surya menjadi pasangan calon untuk Pilgubsu 2024. Selain diusung Parpol, Bobby juga turut mendulang dukungan dari Serikat Buruh Sejahtera Indonesia dan beberapa kelompok masyarakat lainnya. Terbaru, pada Sabtu (3/8/24), Partai PKS turut mengusung Bobby – Surya. Maka tak heran jika Bobby – Surya diklaim menjadi Bakal Paslon Terpopuler yang Potensial maju sebagai Cagub dan Cawagub Provinsi Sumatera Utara Tahun 2024.
Namun dalam gelaran demokrasi langsung, modal populer saja belum cukup untuk memenangkan kontestasi. Dibutuhkan kerja keras tim sukses dan relawan yang terorganisir. Keduanya itu tidak terlepas dari dukungan dana dan logistik.
Jika ada istilah mesin pemenangan, tentu harus ada istilah bahan bakar. Sebab mesin tidak dapat menyala tanpa bahan bakar. Maka kerja-kerja pemenangan tidak terlepas dari sumber daya modal yang berasal dari patungan kolektif hingga harta kekayaan masing-masing bakal calon.
Dikutip dari pengumunan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara Komisi Pemberantasan Korupsi (LHKPN KPK), kekayaan Bobby dan H. Surya memiliki perbedaan yang cukup tinggi. Dalam Pengumunan LHKPN KPK pada tahun 2022, Bobby memiliki total kekayaan Rp. 55.931.599.513 dan H. Surya sebesar Rp. 3.905.609.225.
Lebih lanjut, pada pengumuman LHKPN KPK tahun 2023, total harta kekayaan Bobby sebesar Rp. 57.552.729.408
atau meningkat Rp. 1.621.129.895 (2,90%) dari tahun sebelumnya. Sayangnya, uraian laporan kekayaan H. Surya pada tahun 2023 belum tersedia. Hal ini dapat disebabkan beberapa alasan, salah satunya adalah jika penyelenggara negara tidak memenuhi wajib lapor LHKPN kepada KPK. (Rahmad Syahbudi)