MEDIA DIALOG NEWS, Kisaran – Oknum anggota DPRD Kabupaten Asahan diduga terlibat dalam meloloskan anggaran dana hibah untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Asahan sejak tahun 2019 hingga 2025 dengan total nilai mencapai Rp.52,5 miliar.
Dugaan korupsi yang mengarah pada praktik fiktif ini telah resmi dilaporkan oleh Lembaga Penegakan Supremasi Hukum (LPSH) ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, dan Kejaksaan Negeri Asahan pada Rabu, 23 Juli 2025.Jumlah anggaran yang fantastis ini mencakup enam hingga tujuh tahun anggaran dan menjadi sorotan publik karena dinilai tidak sebanding dengan hasil pembinaan olahraga di daerah tersebut.
Advokat Tumpak Nainggolan, SH, dalam keterangannya melalui sambungan seluler pada Jumat, 25 Juli 2025 di Kisaran, menegaskan bahwa laporan ini sejalan dengan semangat whistleblower act sebagaimana tercantum dalam Pasal 41 ayat (2e) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yang menjamin hak pelapor untuk memperoleh perlindungan hukum.
Ia juga merujuk pada Pasal 11 ayat (1), Pasal 18 ayat (1b), dan Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang menjamin hak warga negara untuk mengetahui proses dan alasan pengambilan kebijakan publik.
Dalam surat pengaduan bernomor 380/lpsh/Lap.du/Nydik.JPN/VII tertanggal 18 Juli 2025, LPSH menyampaikan dugaan korporasi korupsi dana hibah KONI Asahan yang telah menggerus keuangan negara melalui APBD Kabupaten Asahan. Dana hibah tersebut dialokasikan secara bertahap: Rp.9,8 miliar pada 2019, Rp.7 miliar pada 2020, Rp6,5 miliar pada 2021, Rp.6,5 miliar pada 2022, Rp.7 miliar pada 2023, Rp.8 miliar pada 2024, dan Rp.8 miliar pada 2025, sehingga totalnya mencapai Rp.52,5 miliar.
Modus dugaan korupsi ini dilakukan melalui pembentukan cabang olahraga yang terindikasi fiktif. Kepengurusan cabor hanya terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara, sementara nama-nama lainnya diduga direkayasa. Kondisi nyata di lapangan menunjukkan minimnya fasilitas, peralatan, dan perangkat pendukung, bahkan ada yang tidak memiliki sarana sama sekali. Oleh karena itu, penting bagi Kejaksaan untuk mengumpulkan data dan menelaah penggunaan keuangan pada cabor-cabor tersebut secara menyeluruh.
Tumpak Nainggolan juga menyoroti kemungkinan keterlibatan oknum anggota DPRD Asahan dalam praktik detournement de pouvoir atau penyalahgunaan wewenang. Dana hibah yang seharusnya digunakan untuk pembinaan dan pengembangan olahraga, serta mendukung atlet berprestasi, justru diduga dipermainkan dan dialokasikan secara tidak transparan. Ia menyebut bahwa hanya cabang olahraga tinju yang memiliki gaung dalam event olahraga di Asahan, sementara cabor lainnya terkesan tidur dan tidak diketahui publik.
Nama-nama oknum DPRD yang disebut dalam laporan antara lain AM (ASKAB), ZG (PBVSI), LSS (PERSANI), EIP (PERPANI), NI (KODRAT), ZH (ESI), dan RI (PERBASI). Mereka diduga ikut memuluskan plot anggaran hibah KONI agar terus meningkat dari tahun ke tahun. Ironisnya, mereka yang seharusnya menjalankan fungsi pengawasan justru menjadi ketua cabor yang tidak aktif. Bahkan, ada dugaan bahwa cabor-cabor tersebut hanya muncul secara dadakan dan siluman, dengan pengurus yang dibentuk demi meraup dana hibah, meski bantuan yang diterima tidak sepenuhnya alias dipotong di meja.
Lebih lanjut, Tumpak mengungkapkan bahwa praktik dugaan korupsi ini melibatkan pemalsuan tanda tangan, penggunaan kwitansi fiktif, dan penggelembungan nilai belanja (mark-up). Ia juga menyinggung kemungkinan adanya praktik suap dan nepotisme dalam penentuan penerima hibah, di mana proposal disetujui setelah adanya imbalan tertentu agar mendapatkan alokasi dana lebih besar. Menurutnya, hal ini melanggar berbagai pasal dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001, termasuk Pasal 11, Pasal 12 huruf b, Pasal 5 ayat (1), Pasal 9, dan Pasal 3.
Sebagai penutup, Tumpak mengutip pribahasa Belanda “beter een levende hond dan een dode leeuw” yang berarti “lebih baik menjadi anjing yang hidup daripada singa yang mati,” sebagai bentuk dukungan moral terhadap Kejaksaan dalam memberantas sindikasi korupsi di rezim saat ini.
Sementara itu, Kepala Seksi Intelijen Kejari Asahan, Heriyanto Manurung, SH, saat dikonfirmasi wartawan menyatakan akan mengecek laporan tersebut. Kasi Pidsus Kejari Asahan, Chandra Syahputra, SH, mengonfirmasi bahwa laporan dari LPSH telah diterima dan akan ditindaklanjuti sesuai prosedur hukum yang berlaku. (Edi Prayitno)