MEDIA DIALOG NEWS, Kisaran – Kontradiksi mencolok muncul antara pernyataan Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan dan isi dokumen resmi tertinggi di tingkat daerah terkait alokasi anggaran Rp34.933.157.564 untuk Deteksi Dini Penyalahgunaan Napza di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Sekolah.
Pernyataan Dinkes Pada 12 Agustus 2025, staf Seksi PTM dan Kesehatan Jiwa Dinkes Asahan, Togu Togatorop, menghubungi Dialog Berita mempertanyakan dasar sumber pemberitaan, sembari menyatakan tidak mengetahui adanya anggaran sebesar itu.
Redaksi menjelaskan bahwa konfirmasi resmi telah dikirim melalui surat Nomor 20/Konfir/I‑KEU/08/2025 tertanggal 6 Agustus 2025, ditujukan langsung kepada Kepala Dinas Kesehatan. Hingga berita ini terbit, surat tersebut belum mendapat jawaban.
Fakta Dokumen Resmi
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor 10 Tahun 2024 tentang APBD Tahun Anggaran 2025 — yang menurut hierarki peraturan perundang‑undangan adalah peraturan daerah tertinggi dan mengikat seluruh perangkat daerah — tercatat:
- Sub Kegiatan: 1.02.02.2.02.007 – Deteksi Dini Penyalahgunaan Napza di Fasyankes dan Sekolah
- Kode Rekening: 5.1.02 – Belanja Barang dan Jasa
- Nilai Anggaran: Rp34.933.157.564
- Indikator Keluaran: Jumlah orang yang menerima layanan deteksi dini penyalahgunaan Napza di Fasyankes dan Sekolah
Posisi Hukum Perda APBD
Kabag Hukum Setdakab Asahan, Agus Pranoto, S.H saat dimintai keterangannya membenarkan Perda No 10 Tahun 2024 tentang APBD TA 2025. Ia menjelaskan bahwa “Dengan diundangkannya suatu peraturan maka peraturan tersebut sudah berlaku dan sah secara hukum,” ujarnya.
Tim Investigasi Dialog Berita mengutip Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang‑undangan menegaskan bahwa jenis dan hierarki peraturan perundang‑undangan mencakup Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Ayat (2) menyebutkan bahwa setiap jenis peraturan perundang‑undangan memiliki kedudukan sesuai hierarkinya. Dengan demikian, Perda APBD adalah produk hukum tertinggi di tingkat kabupaten/kota yang wajib menjadi acuan semua Organisasi Perangkat Daerah.
Ketentuan di dalamnya hanya dapat diubah melalui mekanisme perubahan APBD yang sah. Keberadaan anggaran dan indikator keluaran di dalam Perda merupakan keputusan politik dan hukum yang mengikat, bukan sekadar rencana teknis.
Makna Indikator Keluaran
Indikator keluaran menunjukkan bahwa program ini bukan hanya dianggarkan, tetapi dirancang untuk menghasilkan capaian terukur bagi masyarakat. Artinya, Dinkes selaku instansi pelaksana semestinya dapat memaparkan target jumlah penerima layanan, siapa pelaksana kegiatan, dan bagaimana realisasi akan dilakukan.
“Indikator keluaran adalah janji pelayanan publik. Jika dokumen resmi setingkat Perda sudah menetapkannya, publik berhak tahu target, pelaksana, dan realisasi kegiatannya,” tegas Pemimpin Redaksi Dialog Berita, Drs. Edi Prayitno.
Redaksi menegaskan bahwa publikasi ini merupakan bagian dari mandat UU Pers, UU Keterbukaan Informasi Publik, dan UU Pelayanan Publik sebagai wujud kontrol sosial terhadap penggunaan anggaran daerah. (Tim Investigasi Dialog Berita)